“Ciee Anggun sama Dido ciee… “
*anggunbengong*
“Ciee bajunya sama-sama meraah. Iih janjian yaa....”
*anggunjadibingung*
“Dido, Anggunnya tungguin dong… jangan ditinggalin. ”
*anggun:whaaat??*
“Dido, Anggun minta digendong niih..”
*mati*
Fyi : Dido
itu teman ngajiku jaman kelas 6 SD, dan yang melakukan pembulian itu
teman-temanku yang lain. Aku juga baru ngeh,
jaman baheula bullying ternyata udah ngetrend di kalangan anak-anak
TPA. Dan benar-benar baru ngeh, ternyata disana aku diposisikan
sebagai korban. -.-
Namanya
Ceng-ceng, jenis bullying ini khusus
ditujukan buat calon ‘pasangan cinta’ (oh come
on, ini istilah ngeri banget ga
sih?) yang berpikir ‘mau dibawa kemana hubungan ini’ aja belum (arrgh istilah
apalagi ini?!), apalagi memasuki prosesnya. Dan sakitnya, pelaku ceng-ceng ini melakukan aksinya cuma
untuk senang-senang, seru-seruan, dan berkelompok. Ketika menemukan kedua korban yang dirasa COCOK,
meski kadang sama sekali ndak mendasar, mereka mulai mencie-ciee setiap
polah yang dilakukan kedua korban.
Mereka ini merasa paling tau isi hati korbannya. Isi hati yang
terpendam… semacam… ah, berat banget mau bilang istilah Cinta. Yang dibahas aja anak kelas 6 SD. T____T
Tapi
UNWIM. Semua orang pernah diCeng-cengin. Pernah
kan? Ah masa’ belum pernah? Soalnya kalau belum pernah mau aku ucapin selamat
sambil nyodorin seikat mawar. Kamu beruntung. Karena buatku Ceng-ceng itu suatu perilaku sosial yang
merugikan. Merugikan perasaan korbannya. *eaaa.
Kita
lanjutkan cerita Anggun Kecil-nya. Mungkin, mungkin ya, kalau sekali-duakali
doang diceng-cenginnya, hati Anggun
Kecil ndak akan berpengaruh apa-apa. Tapi berhubung saban pulang TPA diceng-cengin sama Dido, timbulah
vibrasi-vibrasi disana, dengan frekuensi yang semakin lama semakin besar. Hingga
oneday, Anggun Kecil nyaris terjun bebas kepada Pacaran. Ya, ini memang gila.
Kalau bukan karena Allah sayang, mungkin saat itu Anggun Kecil nurut saja
ditarik-tarik teman-temannya menuju suatu tempat yang disiapkan untuk dilakukan aksi “Penembakan”. Yaa Tuhaaaaan!
*ngusapmuka*. Tapi kemudian muncul sebuah ide cemerlang:
“Tunggu sebentar, saya kebelet pipis.” Kemudian Anggun Kecil gak balik lagi. AHAHA
Tapi, Anggun
Kecil akui, saat itu ia telah menyukai Dido.
Perasaan
macam apa itu? Ntahlah. Aku lupa, mungkin Anggun Kecil pada akhirnya merasa
tersiksa, bayangkan, masih sekecil itu sudah bisa-bisanya merasakan sakitnya
memendam perasaan. Yang besar aja belum tentu kuat. *kyaaaCurcol. Kalau
sekarang sih gampang, semuanya yang telah terjadi anggap saja hal yang konyol. Cerita
cinta jaman SD, semana pentingnya sih? Cuma bisa ditertawakan sewaktu-waktu.
Itulah
sisi lain Ceng-ceng yang mengerikan. Tentu, dibalik sisi yang menyimpan
keseruan yang luar biasa, khusus bagi si pelaku. Aku mengatakan semua ini bukan
berarti aku bebas dari perilaku menCeng-cengin teman-temanku. Karena seiring
Anggun Kecil beranjak dewasa, ia menjadi andal dalam urusan satu itu. Haha, kok
bisa sih? Yaa namanya hidup, kadang di atas kadang di bawah, kadang jadi korban
kadang jadi pelaku. Susah ditebak.
Waktu
berjalan terus, ceng-ceng demi ceng-ceng (Btw, gw mulai geli sama
istilah Ceng-ceng yang disebut berkali-kali. ~o~) telah dilalu Anggun Remaja.
Baik posisinya sebagai korban maupun pelaku. Tapi sependek ingatanku, selama
SMA aku ndak pernah diceng-cengin yang parah. Mungkin pada segan kali yah
ceng-cengin anak Rohis? Idiw. Tapi masa remaja masih panjang, setelah kuliah
barulah Anggun Muda terkontam lagi dengan perilaku tak bertanggung jawab satu
itu. hoho
Kalau
dulu jaman SD, dicengcengin parah masih bengong gak paham. Polos. Kalau
sekarang, masih sedikit bisa nyantai
sih tapi diakui atau nggak, pasti ada tambahan dilemanya. Mau dicuekin
(pelakunya) ? ah temen sendiri, mau diasyikin
(Maksudnya ikut nyebur kepada seru-nya si pelaku membuli), nanti keterusan.
Fitnah. Disangka senang beneran. Masalahnya ini bukan lagi cerita anak SD yang
perasaan ‘suka’ belakangan bisa dianggap cerita konyol. Kalau secara kebetulan korban satunya memang ‘TIPE GUE’
banget, kyaaaa gawat kan? hati terjangkit
virus merah jambu adalah kemungkinan yang wajar, yakin deh kalau udah begitu urusannya
bakalan beribet total. Minimal kalau secara sadar korbannya sudah merasakan ada
sesuatu, dia pasti buru-buru menghindar. Pergi jauh-jauh untuk menetralisir perasaan.
Meski entahlah usahanya bakalan bekerja atau tidak, tapi seenggaknya pasti dicoba.
Maka, pertemanan jadi ndak seharmonis dulu, terlebih bagi kedua korban. Jadi gak enakan. Pelaku? Ah mereka sih yang
penting seru. Setelah kira-kira korbannya ndak merespon, mereka berhenti. HABIS
PERKARA. Padahal siapa yang tau ada
perasaan yang tertinggal disana? Perasaan terlanjur suka. Perasaann yang
menyusahkan. Korban disini anggaplah Anggun, yang di kamus hidupnya ndak ada tuh istilah
Pacaran. Yang ketika suka, hanya dipendam. Suka, dipendam. Makin suka? makin
dipendam dalam-dalam. Duh.
Sakitnya
lagi, ketika kita mencoba klarfikasi kebenaran gossip yag terlanjur beredar,
atau menegur pelaku baik-baik. Kebanyakan berdalih : “Ah, becanda doang kali.. sorry sorry kalo lo terganggu” Udah. Begitu
disebut perilaku yang gak bertanggung jawab kan? Iya kan?
Jadi
paham kan dimana letak merepotkannya diceng-cengin?
Nicholas Sparks
berkata :
The Greater The Love, The Greater The Tragedy When It's Over -
Padahal
manusia mana yang pingin melewati tragedi besar saat harus mengakhiri perasaan?
Ah aku ndak mau bahas sesulit apa itu, yang jelas kekhawatiranku ndak pernah luput
selama melalui resiko >> mengabadikan orang yang salah dengan
mengenangnya terus-terusan di dalam hati << Efek yang mengerikan.
Jadi
guys, ada baiknya kita mulai berhenti ceng-cengin orang lain deh. Kalau kamu
kira mereka cocok untuk menikah, monggo dibicarakan empat mata. Tanpa orang
lain yang mendengar, karena itu bisa menjadi fitnah. Aku rasa sangat manusiawi
sekali ketika kamu mengatakan maksud baikmu dengan memenuhi kaidah-kaidah
kepatutan. Ndak sekedar menciecie di depan umum, membuat orang lain beransumsi
yang tidak-tidak. Dengan begitu, siapapun akan merasa dihargai. Bukan hanya tujuan yang kamu rasa baik, tapi caranya juga kudu baik. Dan detik ini
aku berjanji, akan mengakhiri kebiasaan ceng-cengin orang lain hanya untuk
kesenangan semata. Hehe, semoga Allah mudahkan.
Udah,
segini aja dulu tentang ceng-cengan. Semoga bermanfaat.
~~~
*Betewe,
ada yang penasaran sama kabarnya Dido? Hehe terakhir beberapa taun lalu
kudengar dari tetanggaku, dia sudah menikah dan punya seorang anak. Mungkin
sekarang udah dua kali yah anaknya. Haha. Apapun, semoga dia ndak keselek aku
bicarakan disini :D
Oiya, Dido itu
bukan nama sebenarnya :D