Apa kabar?
Aku sengaja duduk di muka pintu menghadap halaman, supaya bebas
mandangin kamu yang perlahan turun.
Sorry. Ini malam, jadi ndak mungkin menguyupi diri dengan
tumpahan rinaimu.
Lagipula…
Aku mau bikin sebuah pengakuan.
Mungkin untuk kedepannya, aku ndak akan “memasang diri”
ketika tetes-tetesmu membumi bersamaan.
Kusadari, hujan, angka 22 telah memaksaku untuk bertingkah
lebih dewasa. Meski aku masih sukar mendefinisikan dewasa itu seperti apa.
Kau tau, hujan?
Tentang do’a-do’a yang mengalir dari mereka di 19 November
lalu?
Itu hari ke22 tahunku.
“Semoga kamu makin
dewasa”. Begitu bunyi do’anya.
Meski,
Aku percaya bahwa bertambahnya usia ndak selalu berbanding
lurus dengan bertambahnya kedewasaan pada seseorang.
Seperti kata temanku, “Menjadi tua bukan berarti tahu
segalanya”.
Tapi tentang do’a itu...
Ndak akan aku abaikan.
Aku akan berusaha semampuku untuk menjadi pribadi yang
dewasa. Seperti apa yang mereka harapkan.
Kupikir itu baik, sudah saatnya move on dari predikat
“bocah” yang belakangan makin banyak orang menyematkannya padaku.
Buatku, penyelamatnya adalah menjadi dewasa.
Pertanyaannya,
Apakah dewasa itu harus dibuat?
Atau biar saja alam yang merubahnya?
Ah, naif.
Kurasa memang harus dibuat.
Bukan dibuat-buat.
"Dewasa itu pilihan"
Seperti memilih jalan hidup.
Memilih yang haq daripada yang bathil.
Memilih yang diperintahkan daripada yang dilarang.
"Dewasa itu matang"
Berbuat karena pertimbangan.
Berbuat dengan penuh kesadaran.
Tidak asal, karena tau tujuan.
"Dewasa itu bersabar"
Bersabar dengan proses
Bersabar untuk belajar.
Bersabar , bukan keluh yang diumbar.
"Dewasa itu peka"
Peka pada ketidakberesan.
Peka untuk membela.
Peka tanda peduli.
Aah, hujan.
Susah, ya?
lalu, apa korelasinya keinginanku menjadi dewasa dengan
keputusanku untuk berhenti bermain-main denganmu?
Jika aku menginginkan menjadi dewasa, kenapa harus
berhenti hujan-hujanan?
:)
Alam tahu, itu protes hatiku.
Kamu? bahkan kamu tetap membumi meski aku enggan
"memasang diri".
Kamu yang begitu mempengaruhiku.
Bukan sebaliknya. Kita sama-sama tahu itu.
Aku ndak akan memberi alasan. Karena alasan itu sepenuhnya
diperuntukkan bagi diriku sendiri.
Bukan kamu.
Maka hujan, biarkan aku mendewasa hanya dengan menatapmu.
Mencium baumu.
Mendengar suaramu.
Merasakan dinginmu.
Tanpa dibasahi olehmu.
:)
_Hujan ketika Malam
Akhir Desember '12
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih untuk komentarnya ^_^