31 Agustus 2013

Kesiapan Fisik dan Umur yang Aterm




Pat, lo kok kurusan? Kok iteman?” *sambil nunjuk punggung tangan saya.

“Efek siangsiang bawa motor tiap kunjungan ke rumah pasen postpartum gue, Pat”

“ya jangan juga tengah bolong lah. Bisa pagi atau sore sekalian, kali. Inget Pat, umur kita ini udah aterm. Siapa yang tau kalo lo ketemu jodoh besok? Pastikan fisik lo siap. Kapanpun.” Sekarang giliran Eet yang nunjukin punggung tangannya sendiri.

Saya ketawa-ketawa dengar kalimat yang diutarakan seorang sahabat saya itu. Namanya Yeti. Orang-orang memanggilnya Eet. Saya memanggilnya “Pat” untuk Partner. Dan dia memanggil saya “Pat” untuk Patimah. Dia tipe cewek yang perhatiannya detail tentang penampilan. Apalagi jika disangkut-pautkan dengan tema yang paling menarik bagi permpuan-perempuan seumuran kami: Jodoh. Kami menggunakan sebutan aterm untuk menggambarkan umur yang matang untuk berumahtangga. Kalau dalam ilmu kebidanan, aterm biasa dipakai untuk mengistilahkan umur kehamilan yang cukup bulan (37-42 minggu), artinya jika persalinan terjadi pada umur kehamilan 37-42 minggu, itu merupakan sesuatu yang fisiologis, normal. Lain lagi jika umur kehamilan kurang bulan (preterm) atau lebih bulan (postterm)., maka… #eh, ini kenapa jadi ngasi materi kebidanan?. Intinya, umur kami yang kini menginjak, ng…. Dua Puluh Tiga, #Aaaaaaakkk, merupakan umur yang gak terlalu muda dan bukan dewasa tua, disebut aterm: matang: pas: cucok, untuk menikah dan memperoleh keturunan yang sholeh dan sholehah. Yes! 

Pernah mengucapkan kalimat ini, dong?
 “Rizki,  jodoh, dan mati sudah di atur Tuhan”, 

kami sangat sepakat. Kami rasa jodoh bisa datang kapan saja selayaknya rizki dan kematian. Makanya Eet bilang, “Pastikan fisik lo siap. Kapanpun” termasuk pastiin punggung tangan saya warnanya kembali normal. Mungkin supaya terlihat bagus ketika datang saatnya sebuah cincin tersemat disana. #hiyaaaaaa

Seiring bertambahnya usia, manusia hidup selalu berubah, termasuk asumsinya terhadap sesuatu. Dulu jaman saya kanak-kanak, kalau main suka semaunya. Saling lempar lempung di sawah, mandi di kali, manjat seri, malas pakai sandal, cari keong di pantai. Sering setiap pulang main selalu meninggalkan jejak di tubuh saya. Minimal lecet. Ada juga yang luka, di siku tangan, lutut, telapak kaki, kening. Saya anggap itu hal sepele. Kecuali setelah Papah saya marah-marah dan bilang: “Ck, cacat kakimu itu.”  Sambil meneliti luka ngusruk di aspal karena saya lari-lari ndak pakai sandal waktu di suruh mamah ke warung. Dulu saya pikir papah saya berlebihan, tapi setelah dewasa…..

“Buat ngilangin bekas luka yang umurnya taunan, apaan ya?”  Saya galau juga.

Kini saya seolah menjadi manusia paling bête kalau habis jatuh, tersandung, kepentok, yang meninggalkan bekas luka. Termasuk terkena cipratan minyak panas, atau gak sengaja tersenggol setrikaan yang lagi menyala. Pfftmoment banget lah. Pernah saya mengalami kecelakaan ringan sewaktu mengendarai motor. Ada luka menganga di kaki, yang pada akhirnya meninggalkan bekas. Belum hilang bête, tiba-tiba seorang teman nyeletuk, “Itu bekas luka ngurang2in harga tuh 500 ribu, kalo kamu dilamar.” *beuh, kejam ya? Yang jelas, buat saya pribadi, perempuan memang seharusnya menjaga fisiknya, supaya kesan indah yang pasti tersemat pada sosoknya tidak pudar. Itu hanya salah satu persiapan menuju kematangannya. Cantik memang ndak Cuma dilihat secara fisik, tapi apa salahnya berusaha menjaga anugerah Tuhan dengan usaha maksimal, mencoba mempersembahkan hal terbaik yang dipunyai kepada orang terbaik yang dipilihkan Tuhan nantinya. Jadi, penampilan dan umur yang aterm memang selalu ada benang merahnya. Hha

Oh iya, percakapan saya dengan Eet belum selesai.

“Pat, lo rajin gak minum susu?” sekarang giliran saya yang bertanya.

Nggak, Pat. Kenapa?”

“Gue sekarang udah berusaha ndak ngopi. Lebih rajin minum susu. Juga makan buah. Kalo perempuan yang bakalan nikah trus hamil kan kudu sehat, pat. Gue lagi mempersiapkan kehamilan gue kelak, supaya bisa melahirkan anak-anak yang sehat juga,”  Eet bengong. Kemudian manggut-manggut dengan ekspresi berpikir. Bikin aku ketawa lagi, jhaha

Harus diingat, fisik itu bukan Cuma yang terlihat, tapi juga yang ndak terlihat. Yuk, siapapun yang udah ingin atau belum, ketika umur udah aterm, persiapan fisiknya difokusin lagi ^_^

2 Agustus 2013

Lentera Malam





Ada yang jejingkat dalam hening
Segaris bising yang sunyi
Bukan lagi degub
Bukan pula cerlang bintang di kelam malam
Hanya mirip sebuah dayu
Memerah-merah ingatan hingga retaslah sebuah kenangan
Ah, manusia kadang tersesat pada masa lalunya.

Tak ada aku menoreh ingin
Beranganpun tidak
Tak pernah kugantungkan mimpi setinggi bintang
Karena satu-satunya alas pada kakiku, adalah bumi
Dan  sebab tengadahnya wajahku, adalah langit
Ketidaktahuanku? cuma Tuhan yang peduli.

Duhai lentera malam
Ubahnya bintang yang tak benar-benar hilang
Selalu ada kecewa pada tiap-tiap naïf yang meremang
Seperti pendarmu  yang terkadang terlihat gamang
Seolah ada dua matahari pada satu langit
Tahukah kamu, bulan?
 Betapa memikat pekat langit malam ini.
Dan kau, masih menjadi satu lentera paling terang


_Kepada Bulan, bintang, dan heningnya malam.
04.07