22 Januari 2014

Ar-Rahman



Sepanjang perjalanan pulang dari mesjid, aku nangis.

……………………………..

Tarawih di Ar-Rahman, karena kupikir disanalah hatiku terpaut, akan menjadi lebih khusyuk. Dan ketika pertama kali imam membacakan Al Fatihah, begitu cepat, meskipun tartilnya jelas. Kemudian, saat dia membacakan surah, sekujur tubuhku bergetar hebat dari atas kepala sampai ke kaki, berguncang, hingga lututku ndak mampu menopang dan runtuh.

Saat itu aku merasa lemah.     
ArRahman, surah ini terlalu indah bagiku. Surah ini begitu menggenggam hati.


ArRahman, seketika aku berpikir, dosa manusia terlalu mudah diampuni hanya dengan do'a. Dan ArRahman, Allah Maha Pengasih.     
Ini protes tubuhku, kakiku: Apa daya manusia, tanpa kasih sayang-Nya?              

    
Kalau aku ingat nangis disana semalam, aku teringat pada sebuah kalimat dari Murobbiku, "Hal apa yang membuat kalian bangkit dari keterpurukan?"

Saat itu, aku sedang merasa ndak wajar. Entahlah, apa masalahku, yang ada dipikiranku kosong. Dan hatiku hampa. Adzan berkumandang, kemudian aku menuju Ar-Rahman, dengan pikiranku yang kosong. Persis seperti mayat hidup. Bahkan berwudhu pun seperti ndak terasa. Saat memasuki pintu ArRahman, pikiranku seperti dibangunkan. Entah kenapa, aku ingin sekali menangis saat itu juga. Seakan ingin membahasakan isi hatiku.

Aku menangis. Sesengukan di jamaah itu. Ndak lagi bisa kutahan, meskipun malu. Lantai basah bukan karena wudhu, tapi karena air mata…     
Hingga tepat setelah shalat, aku ke belakang.    
Menangis sejadi-jadinya disana.


ArRahman, inikah jawaban atas ketidaktahuan hati hamba-Mu?


_Friend’s Story
Ramadhan/a year ago.