20 Agustus 2012

Lebaran, ya?

“Subhanallah, Lebaran ya?” 



Aku bangun tepat ketika adzan subuh menyelimuti desa. (#aaalah bahasanya).  Tanggal 1 Syawal 1433 H. Selanjutnya suara takbir bersahutan dari satu masjid ke masjid yang lain.
Aku bergegas shalat shubuh, kemudian menghadap Mamah minta diperintah. Mamah lagi asik (baca: sibuk) menyiapkan toples-toples kue yang bakalan ditaruh di atas meja ruang tamu. Biasalah, lebaran. Dan tugas pertamaku adalah menyapu halaman. Oke, laksanakan!

Sebelum buka pintu depan aku sempatkan untuk membangunkan aa’ yang masih molor di kamar. Aku membuka pintu kamar dengan kehebohan yang disengaja, kemudian: “Ooii banguun. Lebaraaan nih.” Sambil goyang-goyangin badannya. Aku ingat, dulu sewaktu masih anak-anak, yang suka bangunin aku di hari lebaran, ya aa’. Dengan bahasa yang sama: “Bangun Nggun! Lebaran!!!” dan intonasi bersemangat yang sama. Saat itu, biar tambah heboh aku bangun dari berbaring langsung berdiri. “Wah! Lebaran, a’!!” (ekspresi: over excited), trus ngacir ke kamar mandi untuk pipis.  Haha 

Lanjut. Setelah bangunin aa’ yang diakhiri dengan senyum kesuksesan, aku keluar dan mengambil sapu lidi beserta sahabatnya: Sekop. Lalu memerhatikan sekeliling, Wow! Masih gelap, saudara-saudara! Aku gak melihat sampah dimanapun. Kan gelap. Sambil berpikir harus ngapain, sempatkan dulu menengadah langit. Ternyata benar, bahkan bintang kejora masih eksis mentengin langit timur. Selain bintang kejora, bintang-bintang anakan lainnya masih lincah kedap-kedip ke arahku. “Aiiih… gue ngapain jam segini bawa-bawa sapu lidi?” -_- .Tapi karena terlanjur malu sama diri sendiri, aku cuek aja nyapu halaman. Pelan-pelan, sambil menunggu langit agak terangan dan sampah kelihatan. :D

Habis menyapu halaman, aku cuci piring dan terakhir mengepel lantai. Rajin ya? :D
Sampai Pukul 06.30 WIB aku masih bertahan dengan kostum “Ijah”. Sedangkan semua orang di rumah udah rapi-rapi mau sholat Ied. Aku gak liat jam, eh malah ngaso di kamar sambil membalas serbuan sms “Met lebaran” yang selalu diakhiri dengan: “Ani dan Keluarga”, “Robi dan Keluarga”, “Bejo dan Keluarga”, “Paimin dan Keluarga.” Dan masih banyak lagi yang serupa. Setelah kupikir-pikir, jangan-jangan cuma aku yang belum berkeluarga? Terbersit pingin bikin yang versi singlenya : “Anggun (Ajah)”, “Anggun (Doang)” atau “Anggun (Jomblo).  #eh. Tapi gak jadi, itu alay. 

Yaah, kira-kira sepuluh menit aku mainin hape, tiba-tiba suara Pak Ustadz dari masjid desa kami membahana. Semacam memberikan peringatan bahwa shalat Ied akan segera dilaksanakan, dan para warga yang belum juga hadir agar segera pergi ke masjid. Aku kaget setengah mati. Lihat jam: Pukul  06.40. Wow Wow! Langsung ngacir buat mandi. Gak lama-lama, palingan 5 menit. Soalnya suara Mamah terlanjur menoak (maksudnya: suara Mamah terlanjur menggunakan efek pake Toak. Tau Toak kan? Alat pengeras suara itu, loh).

“KAMUU BARUU MAAANDI????” 

Dan aa’ pun geleng-geleng kepala sambil memegang kunci pintu rumah. Ternyata semuanya udah siap menuju masjid, bahkan udah pada pakai sandal segala. Dan aku baru keluar dari kamar mandi. T________T. 

Lebih cepat dari kilat (#beuh) aku siap-siap. Bener-benar cepat. Untung saja kacamata gak ketinggalan. Pake mukena lengkap, ambil sandal, dan wuzzzz langsung aja ngacir ke masjid. Suara pak Ustadz yang menganjurkan seluruh warga yang hendak shalat Ied agar segera ke masjid, membahana lagi. Dalam imajinasiku, Pak Ustadz berkali-kali nyebut namaku supaya buruan: “Untuk Anggun anaknya Pak Darwis, tolong segera mempercepat langkah anda. Atau mau kami tinggal?” dan aku makin mempercepat langkah. Lalu suara Pak Ustadz datang lagi: “Makanya Nggun, bukannya langsung mandi malah ngaso mainin hape.
Aku setengah berlari. Khawatir, kalau sampai pak Ustadz ngambek, bisa gak jadi sholat Ied gara-gara aku! (#alah). Gak lama, suara Ustadz itu datang lagi : “Eh Anggun, buruan bisa gak? Ngapain sih lama banget jalannya? Biar Ustadz bilang WOW, gitu?” Aku :  #mati. 

Sampai di masjid, suasana masih aman. Aku mengambil tempat yang telah disiapkan oleh Annis, adikku. Sambil istighfar aku mengatur nafas yang mulai ngaco ritmenya. Aku lihat sekeliliing, betapa masjid ini penuh dengan manusia. Fenomena setahun sekali. Dan semuanya bertakbir. Iya, takbir. Bukankah ini hari kemenangan? Semua orang tampak khusyuk, dan aku hanya terbengong-bengong. Ada yang kurang, ntahlah, seperti kehampaan. Mataku mulai basah. Seharusnya setiap muslim akan merasa menang. Tapi kenapa hatiku datar saja? Aku menengok hatiku dalam-dalam. Tentu ini kesombongan dan kurang rasa syukur yang bercokol. Aku istighfar di antara takbir para jama’ah. Sungguh aku merasa bodoh dan kecil sekali.  Aku beristighfar hingga mataku benar-benar basah. 

Seharusnya di hari yang Fitri, siapapun mempersiapkannya dengan maksimal. Dan aku merasa gak maksimal. Parahnya, hatiku merasa gak begitu “menang”. Sebenarnya ada satu alasan yang mendominasi: target ramadhanku banyak yang gak tercapai L. Tapi meski begitu, aku sepatutnya bersyukur karena bisa menghabiskan Ramadhan full bersama orang-orang kesayangan. Saat shalat rakaat pertama dimulai, takbir yang ketiga, aku gak kuasa menahan isak. Biarlah kesombonganku mengalir keluar bersama air mata. Semoga Allah mengampuniku.

Dan,
Toqabalallohu minna waminkum yah ^_^ 
Maaf Lahir batin, Saudara-Saudariku. ..  Semuga kalian gak lalai kayak aku T.T

Selamat Lebaraan
:)
_Dari Anggun yang Belum Berkeluarga_

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih untuk komentarnya ^_^